Powered By Blogger

Kamis, 06 Maret 2014

Ayah

Untuk Ayah
Aku adalah seorang anak yang terlahir dari sebuah keluarga kecil yang sederhana. Keluargaku terdiri dari lima orang, yaitu Ayah, Ibu, aku, saudara kembarku dan satu orang adikku. Aku sangat bahagia, mempunyai keluarga yang harmonis dan sangat sayang kepadaku.  Kebahagiaan selalu menghiasi hari-hari kami walaupun terkadang terjadi keributan kecil antara aku dan adikku, tapi kedua orangtuaku bisa memakluminya dan selalu menasehati kami tanpa amarahnya.
Ayahku adalah seorang pekerja swasta yang memiliki pekerjaan tidak tetap. Upah yang diterima kadang kala kurang memenuhi kebutuhan keluarga kami, seperti biaya sekolahku, dan keperluan rumah tangga lainnya. Namun dengan keadaan ini ibuku tak pernah mengeluh, selalu memahami dan tidak pernah menuntut sesuatu yang lebih dari ayahku, Ibu selalu menyambut kedatangan ayahku dengan senyum yang indah ketika Ayah pulang kerja.
Ayahku sangat menyayangi anak-anaknya, Ayah tidak pernah marah jika kami melakukan kesalahan, hanya nasehat-nasehat bijak yang membuat kami malu untuk melakukan lagi kesalahan yang sama. Aku sangat menghormati dan menyayangi ayahku, bahkan terasa masih kurang bila dibandingkan dengan perjuangan keras yang dilakukannya demi menghidupi keluarga kecilnya.
Ayah, dia adalah orang yang sangat penting dalam hidupku. Aku tak bisa membayangkan jika aku berada di posisinya. Sudah banyak kenangan indah yang kita rangkai bersama- sama tapi itu tidak selamanya indah. Setelah dua bulan ayah sakit dan meninggal, semuanya menjadi berubah. Aku tak ada didekatnya saat dia menghembuskan nafas terakhir, itu adalah penyesalan yang selalu membuatku kecewa setengah mati, tapi ibuku. Ibuku sangat sabar merawat dan menjaga ayah. Sehari sebelum ayah meninggal, aku sempat berbicara namun ayah hanya bisa mendengarkan apa yang aku katakan. Aku memberi semangat dan menghibur ayah dengan sebisa mungkin.
Setiap kali aku menahan air mataku, namun lagi-lagi aku tidak bisa melakukannya. Wajah ayah yang sendu dan penuh ketenangan selalu hadir dalam ingatanku. Bukan hanya aku, tapi saudara dan ibuku juga merasakan apa yang aku rasakan.
Aku bersyukur karena aku sempat merasakan kebahagiaan, kesedihan, kesusahan,kesenangan dan semuanya bersama Ayah. Ayah mengajarkan aku bagaimana menghargai orang, mengajarkan aku kesederhanaan, mengajarkan aku kesabaran. Aku tau jadi seorang Ayah itu adalah hal yang sangat susah, Tapi bagiku kau adalah Ayah terbaik.
Hari-hari kami sekarang dilalui tanpa Ayah. Menjelang sebulan Ayah tidak bersama kami, aku mulai merasa ada yang hilang dalam kehidupan kami, perasaan rindu akan kehadiran dan kehangatan seorang Ayah mulai menggangguku. Aku rindu sosok yang selalu menjaga keluarga kami. Aku rindu sosok yang selalu membuat kami bahagia. Aku rindu sosok yang selalu tersenyum dan pelukan hangat nasehatnya. Hanya seuntai doa yang kupanjatkan semoga Ayah diterima disisi-NYA.

Kebahagiaan yang dulu kami rasakan telah berubah menjadi hari-hari yang penuh dengan kesedihan, Kami hanya menunduk dan duduk terdiam tanpa kata. Sampai akhirnya dengan suara yang lembut ibu membuka pembicaraan dan menenangkan kami
“Nak, kalian sabar ya ini sudah kehendak Allah, kita do’akan saja ayahmu disana”
“Tapi bu, aku masih merasa ini hanya mimpi” jawabku.
“Seandainya saja Ibu tidak menyetujuinya ” jawab ibu dengan sedih.
“Menyetujui apa bu?”
Tiba-tiba ada tamu yang datang, ibu tidak menjawab pertanyaanku yang tadi dan aku masih sangat penasaran.
Burung-burung segera bertebangan di angkasa. Hal itu menandakan bahwa hujan mulai datang sore ini. Namun, aku tak menghiraukan hal itu.
Aku masih tidak percaya dengan kejadian itu, hanya diam tanpa sepatah katapun. Aku bertanya-tanya kenapa ayah terlalu cepat diambil oleh Allah? Selalu kubertanya dalam hati dan selalu saja tak bisa kutemukan jawabannya.
Beberapa hari kemudian.
Aku harus membiasakan diri hidup tanpa seorang Ayah. Mungkin itu sangat sulit, namun inilah takdir dan harus kujalani. Awalnya memang susah untuk menerima takdir ini, tapi lama kelamaan susah itu menjadi mudah.
Hari ini tepat tanggal 24 desember 2013 adalah hari ulang tahun ayahku. Tapi sayangnya kita tidak bisa merayakannya lagi seperti tahun kemarin. Aku, ibu dan saudara- saudaraku berziarah ke makam ayah, kami membersihkan dan mengirimkan do’a untuk ayah. Aku tak bisa menahan rasa rindu ini, tetesan air mataku pun tidak bisa kubendung.
Maafkan aku Ayah, aku belum sempat untuk membahagiakanmu, membalas semua jasa-jasamu. Kini aku hanya bisa mengirimkan do’a untukmu.
Inilah takdirku yang sudah dikehendaki oleh Allah swt, Dan aku akan  mengubah takdirku dengan caraku sendiri. Aku yakin dengan do’a, usaha dan kesabaran  yang kuterapkan dalam hidupku aku pasti bisa.
            Kini aku, ibu dan saudara- saudaraku mencoba untuk menjalani hidupku seperti biasanya. Semoga Allah menjaga keutuhan dan kebahagiaan keluarga kami. Amin.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar